MANADO, BahanaInspirasi.com – Direktur Eksekutif Migrant Care Wahyu Susilo membongkar modus jual beli suara di pemilihan umum atau Pemilu 2024 di Malaysia.

“Jadi jual-beli surat suara itu sudah seperti suplay and demand gitu,” kata dia, saat dihubungi pada Ahad malam, 25 Februari 2024.

Menurut Wahyu, persoalan terjadinya jual-beli surat suara di Malaysia itu karena faktor jumlah pemilih terbanyak, khususnya untuk di luar negeri.

Selain itu, pemilih yang menggunakan metode pos di Malaysia cukup besar, yang diperkirakkan mencapai 60 persen dari jumlah daftar pemilih tetap atau DPT.

“Nah, itu yang memungkinkan orang memanfaatkan itu, terutama DPT yang tidak pernah di-update, ya,” kata dia.

Sehingga para calo penjaja surat suara itu menghafal pola memanfaatkan kertas suara yang dikirim ke pos itu. Karena itu terjadi lima tahun sekali.

Hal ini terjadi karena warga negara Indonesia atau WNI di Malaysia, yang bekerja sebagai pekerja rumah tangga, tinggal di apartemen bersama majikan. Selanjutnya surat suara, yang disitribusikan, hanya berhenti di kotak surat yang ada di apartemen.

Pengiriman surat suara pun hanya berhenti di kotak pos itu.

“Nah, di situ banyak calo-calo surat suara yang menjaga kotak pos itu,” kata dia.

Dia bercerita bahwa satu flat apartemen bisa menampung ribuan orang. “Misalnya ada sepuluh flat, berarti ada 10 ribu surat suara, kan,” ujar dia.

Wahyu mengatakan, satu surat suara dijual bisa seharga sekitar Rp 90 ribu-120 ribu.

Dengan pola itu perdagangan surat suara oleh para calo berlangsung. Wahyu mengatakan, calo yang memperdagangkan surat suara berasal dari WNI maupun warga Malaysia. Sehingga para calon legislatif bisa memanfaatkan surat suara itu dari para mereka.

“Artinya, kalau dia sudah mendapatkan lima ribu surat suara dari mekanisme itu, dia sudah secure, tidak kerja apa-apa,” kata dia.

Selain itu, biaya kampanye di Malaysia itu cukup mahal. Sehingga para caleg akan dengan mudah memanfaatkan modus tersebut untuk memperoleh surat suara tanpa perlu berkampanye dengan biaya mahal.

“Karena kalau cari orang yang mau campaign itu mahal sekali, lebih baik cari orang bayar surat suara itu,” ujarnya.

Dia menjelaskan, para caleg akan merasa aman saat memperoleh 10-15 ribu surat suara di luar negeri dengan modus jual beli surat suara tersebut.

“Dia akan merasa sudah aman, dan kerja politiknya bisa dilakukan di Jakarta Selatan, Jakarta Pusat, dan lainnya,” tutur dia.

Daerah pemilihan Jakarta II di Pemilu 2024 meliputi Jakarta Selatan, Jakarta Pusat, dan Luar Negeri. Pemilihan luar negeri meliputi pemilihan preisden dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Untuk dapil Jakarta II, Hidayat Nur Wahid, caleg dari Partai Keadilan Sejahtera, berdasarkan data Sirekap per 23 Februari memperoleh suara tertinggi, 83.028.

Diikuti Uya Kuya dari Partai Amanat Nasional (PAN) dengan perolehan suara 42.296. Dan ketiga Himmatul Aliyah, kader Partai Gerindra. Sementara yang berada di posisi terendah adalah Sintawati, caleg Partai Persatuan Pembangunan atau PPP.

Tercatat di ibu kota Malaysia, Kuala Lumpur, menjadi tempat DPTLN paling banyak. Pemilih di Kuala Lumpur mencapai angka 447.258. Jumlah itu terdiri dari 249.616 laki-laki dan 197.642 perempuan. Metode pemungutan suara di luar negeri juga berupa pos, kotak suara keliling (KSK), dan TPS.

(redaksi)

Artikel ini telah terbit di https://nasional.tempo.co/read/1837765/migrant-care-bilang-jual-beli-surat-suara-di-malaysia-seharga-rp90-120-ribu

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Developer